Selalu mengalami halusinasi dan menjadi seorang paranoid merupakan hal yang berat. Gara-gara penyakit langka, perempuan berusia 27 tahun ini harus bertahan dengan halusinasinya.
“Saya menatap tulang pipi dokter dengan kulitnya yang halus. Lalu saya menatapnya semakin dalam. Wajahnya berputar-putar di depan saya. Helai demi helai rambutnya memutih. Keriput mulanya cuma di mata, lalu di sekitar mulut, pipi, dan seluruh wajah,” tutur Susannah Cahalan menceritakan halusinasinya, seperti dikutip dari Foxnews, Senin (21/1/2013).
Lalu pipi dokter itu mengerut dan dia menyeringai, memperlihatkan gigi-giginya yang menguning. Mata dokter itu mulai meredup dan bibirnya kehilangan bentuk. “Dokter muda itu menua tepat di depan mata saya,” sambung Susannah.
Selain halusinasi dokter yang menua, Susannah masih punya banyak pengalaman berhalusinasi yang lain dan dituangkannya dalam buku ‘Brain on Fire: My Month of Madness’. Pengalaman itu didapatnya saat dirawat di RS pada 2009 silam. Kala itu dia didiagnosis menderita penyakit autoimun neurologis langka, atau dikenal juga sebagai anti-NMDA receptor encephalitis.
Selama kerap mengalami halusinasi, penulis New York Post itu tidak dapat mengingat hal lain selain halusinasinya. “Semuanya gelap,” ucap Susannah.
“Tapi saya ingat halusinasinya,” imbuhnya.
Untuk menulis bukunya, Susannah mewawancarai anggota keluarganya, dokter, melihat grafik medis dan menonton video rumah sakit.
Paranoid Susannah muncul beberapa pekan sebelum dirawat di RS. Misalnya saja suatu hari saat dia terbangun dan mendapati dirinya digigit kutu tempat tidurnya di apartemen Manhattan. Dia pun bergegas menyewa pembasmi kutu untuk membersihkan apartemennya. Namun si pembasmi mengatakan tidak menemukan ada kutu di tempat tersebut.
Di hari berikutnya, Susannah malah kesulitan bekerja. Dia tidak bisa konsentrasi bekerja sama sekali. Alih-alih memikirkan ide untuk disampaikan dalam rapat, Susannah malah kepikiran kutu-kutu di tempat tidurnya.
Dia kemudian memutuskan untuk membuang barang-barang yang ada di apartemennya. Saat mengemasi barang-barangnya dalam tas, dia mengalami migrain yang luar biasa menyakitkan dan dia bahkan tidak bisa menggerakkan kakinya.
Beberapa hari kemudian, kecemasan dan paranoid Susannah lebih parah. Perempuan itu memeriksa email kekasihnya karena yakin sang pacar berselingkuh. Kemudian sisi kiri tubuhnya mengalami mati rasa, sehingga Susannah pergi ke dokter. Mulanya dokter mengira yang terjadi pada Susannah dikarenakan virus. Ketika tubuhnya mengalami kejang-kejang, dia sempat dirawat di RS meski tidak lama.
Setelah keluar dari RS, bukannya membaik, perilaku Susannah malah menjadi lebih tidak menentu. Dia berusaha melompat dari mobil yang sedang berjalan, sehingga dokter bertanya-tanya apakah perempuan yang saat itu berumur 24 tahun memiliki penyakit kejiwaan, seperti gangguan bipolar atau skizofrenia.
Seorang dokter mengatakan Susannah mengalami gejala penarikan alkohol sehingga perlu dirawat di rumah sakit. Karena itu ibunya membawa Susannah ke New York University Langone Medical Center. Di tempat itulah Susanah mengalami kejang untuk kedua kalinya dan mengalami berbagai macam ‘pengalaman gila’ selama berbulan-bulan.
‘Otak Terbakar’
Selama di RS, Susannah sangat liar sehingga dokter terpaksa mengikatnya di tempat tidur. Bahkan berulang kali Susannah berusaha untuk melarikan diri.
Tidak ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi dalam diri Susannah. Jutaan dollar digelontorkan untuk sejumlah tes medis, namun tidak menunjukkan apa-apa. Hingga kemudian Dr Souhel Najjar mengungkap misteri atas Susannah. Dokter itu tidak percaya perempuan tersebut mengalami sakit mental, sehingga dia meminta Susannah untuk menggambar sebuah jam.
“Saya menggambar lingkaran, menulis angka-angka di satu sisi dan mengabaikan sisi lainnya,” kata Susannah.
Dari tes kecil itulah sang dokter meyakini apa yang dialami Susannah adalah masalah neurologis dan bukan psikologis. dr Najjar menggunakan istilah ‘otak terbakar’ untuk memberitahu orang tua Susannah bahwa otak gadis itu sedang diserang oleh tubuh sendiri.
Susannah merupakan orang ke 217 yang didiagnosa anti-NMDA receptor encephalitis, suatu penyakit autoimun. Sistem kekebalan tubuhnya menciptakan antibodi yang berbahaya dan menyerang reseptor NMDA di otaknya yang penting untuk belajar dan perilaku.
Perempuan itu diobati dengan terapi imunoglobulin intravena (IVIG), plasmapheris dan steroid. Dia juga mendapat scan PET dan transvaginal ultrasounds setiap tahun sebagai pengobatan tindak lanjut.
Dia pun bertanya-tanya bagaimana nasib orang yang memiliki penyakit ‘misterius’ yang mirip dengan dirinya. Karena dianggap gila maka tidak mendapat pengobatan yang sesuai, sehingga orang tersebut tentu tidak akan pernah sembuh.
“Saya jadi bertanya, jika butuh waktu lama bagi salah satu rumah sakit terbaik di dunia untuk sampai ke langkah ini, maka berapa banyak orang lain yang tidak diobati karena didiagnosis dengan penyakit mental atau hidup di panti jompo atau rumah sakit jiwa,” tulis Susannah dalam bukunya.
Pada pertengahan April 2009, Susannah diperbolehkan keluar dari RS. Perlahan dia mulai merasa kembali seperti dirinya yang dulu. Meski memang Susannah harus tetap melanjutkan pengobatan untuk mencegah dan mengobati kecemasan, catatonia dan psikosisnya.
Saat ini Susannah tinggal bersama kekasihnya di Jersey City, New Jersey, AS. Dia bersyukur tidal lagi mendapati ‘teror’ dalam hidupnya dan menjadi sosok yang lebih memperhatikan kesehatan. Meski di usianya yang masih 27 tahun, Susannah harus pergi ke dokter lebih sering daripada orang-orang seusianya, namun secara medis kondisi Susannah telah pulih.
http://www.unic29.com/20696/wanita-ini-mempunyai-penyakit-langka-otak-terbakar/
0 komentar:
Posting Komentar