VIVAnews - Memiliki kehidupan yang lebih baik menjadi dambaan setiap orang, tak terkecuali bagi seorang wanita Taiwan yang hanya dikenal dengan nama Isabel ini. Sayang, keinginannya mendapat penghidupan yang lebih baik malah berakhir sebagai asisten rumah tangga yang diperlakukan tak ubahnya budak.
Saat usianya masih tujuh tahun, wanita yang bernama China Ho Hsiao-feng ini diberikan ibunya untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga pada sebuah keluarga Taiwan yang kaya raya. Keluarga ini kemudian pindah ke California, Amerika Serikat, dan di situlah penderitaan Isabel dimulai.
Seperti dikisahkan Daily Mail, Jumat 20 Januari 2012, Isabel berkata kalau ia sering dipukuli majikannya dengan alat masak. Pada suatu saat, ia bahkan disiksa menggunakan sikat toilet setelah dituduh meminum secangkir teh.
"Majikan perempuan saya mengambil sikat toilet, memasukkannya ke mulut saya, lalu memutarnya. Rasanya teramat sakit! Saya sangat sedih dan merasa sangat terluka," kata Isabel.
Tak hanya itu, Isabel juga diperlakukan layaknya budak. Ia harus tidur di lantai garasi dan hanya boleh makan makanan sisa. Selain itu, keluarga kaya yang tak disebutkan namanya ini juga sangat membatasi interaksi Isabel dari dunia luar sehingga ia tak memiliki seorangpun teman.
Saat usianya masih tujuh tahun, wanita yang bernama China Ho Hsiao-feng ini diberikan ibunya untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga pada sebuah keluarga Taiwan yang kaya raya. Keluarga ini kemudian pindah ke California, Amerika Serikat, dan di situlah penderitaan Isabel dimulai.
Seperti dikisahkan Daily Mail, Jumat 20 Januari 2012, Isabel berkata kalau ia sering dipukuli majikannya dengan alat masak. Pada suatu saat, ia bahkan disiksa menggunakan sikat toilet setelah dituduh meminum secangkir teh.
"Majikan perempuan saya mengambil sikat toilet, memasukkannya ke mulut saya, lalu memutarnya. Rasanya teramat sakit! Saya sangat sedih dan merasa sangat terluka," kata Isabel.
Tak hanya itu, Isabel juga diperlakukan layaknya budak. Ia harus tidur di lantai garasi dan hanya boleh makan makanan sisa. Selain itu, keluarga kaya yang tak disebutkan namanya ini juga sangat membatasi interaksi Isabel dari dunia luar sehingga ia tak memiliki seorangpun teman.
Terkurung sejak usia tujuh tahun, pendidikan adalah barang mahal bagi Isabel. Dia tidak dapat membaca ataupun menggunakan uang meskipun telah lama tinggal di Negeri Paman Sam. "Pertama kalinya saya mencoba menggunakan uang, saya keluar begitu saja dari sebuah toko karena tak tahu caranya. Saya sangat malu," kata Isabel, yang kini berusia 20an.
Melihat keluarga itu tetap semena-mena bahkan setelah kepindahannya ke AS, Isabel terpikir untuk melarikan diri namun tak tahu caranya. Semuanya berubah saat ia bertemu seorang wanita teman keluarga Taiwan itu.
Wanita ini merasa ada yang aneh dengan situasi Isabel, sehingga ia memberikan nomor teleponnya dan meminta Isabel menghubunginya jika ada apa-apa. Mereka pun menyusun rencana melarikan diri. Wanita misterius itu akhirnya melarikan Isabel dengan mobilnya saat sedang membuang sampah.
Melihat keluarga itu tetap semena-mena bahkan setelah kepindahannya ke AS, Isabel terpikir untuk melarikan diri namun tak tahu caranya. Semuanya berubah saat ia bertemu seorang wanita teman keluarga Taiwan itu.
Wanita ini merasa ada yang aneh dengan situasi Isabel, sehingga ia memberikan nomor teleponnya dan meminta Isabel menghubunginya jika ada apa-apa. Mereka pun menyusun rencana melarikan diri. Wanita misterius itu akhirnya melarikan Isabel dengan mobilnya saat sedang membuang sampah.
Mencari Ibunya
Dengan kebebasan yang baru diperolehnya, Isabel pun mulai mencari ibunya. Hanya satu hal yang ingin disampaikannya pada ibunya, rindu dan mengatakan bahwa ibu sangat berarti baginya.
Secercah harapan datang saat CNN mewawancarainya untuk sebuah program kemanusiaan. Kisah pilu Isabel sampai ke telinga Menteri Luar Negeri Taiwan Timothy Yang, yang kemudian terbang ke AS untuk menemui Isabel.
Yang menjanjikan Isabel akan bisa bertemu ibunya. "Orang-orang zaman sekarang lebih sadar akan hak azasi manusia. Wajah Taiwan saat ini sudah berbeda," katanya.
Kemarin, akhirnya Isabel dipertemukan dengan ibunya. Bukannya marah karena telah menjualnya, dengan tulus Isabel memaafkan ibunya. Kini, Isabel tinggal di sebuah apartemen dan bekerja sebagai pengasuh anak. Ia berharap suatu hari nanti bisa membuka jasa pengasuhan anaknya sendiri. (eh)
• VIVAnews
Secercah harapan datang saat CNN mewawancarainya untuk sebuah program kemanusiaan. Kisah pilu Isabel sampai ke telinga Menteri Luar Negeri Taiwan Timothy Yang, yang kemudian terbang ke AS untuk menemui Isabel.
Yang menjanjikan Isabel akan bisa bertemu ibunya. "Orang-orang zaman sekarang lebih sadar akan hak azasi manusia. Wajah Taiwan saat ini sudah berbeda," katanya.
Kemarin, akhirnya Isabel dipertemukan dengan ibunya. Bukannya marah karena telah menjualnya, dengan tulus Isabel memaafkan ibunya. Kini, Isabel tinggal di sebuah apartemen dan bekerja sebagai pengasuh anak. Ia berharap suatu hari nanti bisa membuka jasa pengasuhan anaknya sendiri. (eh)
0 komentar:
Posting Komentar